Optimistis Pemulihan Ekonomi di Tahun 2022

Foto : Antara

Pewarta : Firman Hidranto | Editor : Nurul Ikhsan

Jabarbisnis.com – Pemerintah dan sejumlah pemangku ekonomi menyakini geliat pemulihan ekonomi terus menuju arah yang positif, termasuk kesepakatan pemerintah dan DPR soal asumsi dasar ekonomi makro yang akan menjadi dasar RAPBN 2022.

Asumsi dasar pertumbuhan ekonomi 2022 disepakati 5,2 persen hingga 5,5 persen, sedikit lebih optimistis dibandingkan usulan pemerintah dalam Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2022.  Dalam Nota Keuangan Beserta RAPBN TA 2022 yang disampaikan Senin (16/8/2021), pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,0 persen hingga 5,5 persen.

Sementara itu, dalam Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 pertumbuhan ekonomi ditetapkan 5,2 persen–5,8 persen. Ini berarti, ada perubahan batas bawah pertumbuhan ekonomi yang lebih optimistis dari 5,0 persen menjadi 5,2 persen.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ketika berbicara soal nota keuangan, Senin (16/8/2021), Presiden Jokowi menyadari sesuatu di sisi pertumbuhan ekonomi yang tadinya 5,2 persen-5,8 persen. Namun seiring dengan munculnya varian Delta dan dinamikanya hingga harus digelar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) lebih dari sebulan dan berbagai macam prediksi varian yang mungkin muncul, Kementerian Keuangan melakukan modifikasi di 5 persen–5,5 persen.

“Namun, bapak Presiden dalam pidatonya menyampaikan bahwa pemerintah berharap akan mencapai titik paling atas 5,5 persen,” ujar Menkeu dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (30/8/2021).

Berkaitan dengan asumsi dasar laju inflasi ditetapkan 3 persen, pemerintah memutuskan tidak mengalami perubahan dari usulan pemerintah.

Tidak Berubah

Demikian pula dengan nilai tukar rupiah yang dipatok Rp14.350 per dolar Amerika Serikat (AS). Itu juga tidak berubah dari usulan awal. Sedangkan soal tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 2022 ditetapkan sebesar 6,8 persen, turun dari semula 6,82 persen.

Pada rapat kerja antara Menkeu RI dan Anggota Komisi XI DPR RI, disepakati beberapa target ekonomi tahun depan. Pertama, tingkat pengangguran terbuka (TPT) ditetapkan 5,5 persen hingga 6,3 persen. Kedua, tingkat kemiskinan ditetapkan 8,5 persen hingga 9,0 persen. Ketiga, rasio gini di kisaran 0,376–0,378, dan Indeks Pembangunan Manusia di 73,41–73,46.

Tiga target tersebut sama dengan yang disampaikan pemerintah dalam nota keuangan. Pemerintah dan DPR juga menyepakati target nilai tukar petani sebesar 103 hingga 105 serta nilai tukar nelayan ditetapkan 104–106.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) M Sarmuji mengatakan, peningkatan batas bawah target pertumbuhan ekonomi di tahun depan dapat memberikan sinyal positif terhadap optimisme pasar.

“Kita perlu memberi sinyal positif ke depan. Pertumbuhan ekonomi (di kisaran tersebut) menggambarkan optimisme, sehingga pasar bisa melihat Indonesia bisa tumbuh lebih tinggi dari sekarang,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, tahun depan merupakan momentum penting untuk pemulihan ekonomi. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan optimisme yang realistis kepada publik.

Sebab, pemulihan ekonomi tahun ini masih belum optimal karena pemerintah masih fokus pada penanganan pandemi. “Sehingga masih terdapat recovery gap yang lebar. Akan tetapi pada 2022 nanti sangat penting untuk pemulihan,” kata dia.

Suharso menambahkan, pemerintah perlu melakukan intervensi kebijakan yang tepat agar target pertumbuhan ekonomi nasional bisa dicapai. “Terlebih pemerintah menargetkan Indonesia agar bisa menjadi negara maju pada 2045.”

Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 per 1 September 2021 kasus konfirmasi positif Covid-19 secara nasional masih 4,1 juta orang. Namun, yang sembuh mencapai 3,77 juta dan meninggal 133.676 orang.

Secara umum, kasus yang terkonfirmasi telah mengalami penurunan. Demikian pula rata-rata bed occupancy ratio (BOR) nasional berada di angka rata-rata 27 persen.

Bagaimana dengan sektor industri sebagai motor pemulihan ekonomi nasional? Pemulihan sektor manufaktur mulai menggeliat. Setelah sempat terjun ke jurang kontraksi pada Juli 2021, perlahan tetapi pasti, kinerja industri pengolahan mulai terungkit.

Kondisi itu tergambar dalam Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Agustus 2021 yang dirilis IHS Markit. Kendati masih berada pada zona kontraksi sebesar 43,7 sepanjang bulan lalu, index tersebut beranjak naik dari posisi Juli 2021 sebesar 40,1 atau yang terendah dalam setahun terakhir.

Berdasarkan laporan IHS Markit, gangguan rantai pasok akibat pandemi memang masih terjadi sepanjang Agustus. Dampak gelombang kedua penyebaran Covid-19 pun masih sangat dirasakan.

Namun, kabar baiknya sejumlah indikator terkait pandemi terus membaik sehingga mulai memperbaiki tren permintaan dan produksi pabrikan yang sempat jatuh. Adapun, kenaikan PMI manufaktur tersebut seiring dengan penyesuaian kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Sejak pertengahan Agustus, kebijakan pemerintah lebih akomodatif terhadap sektor manufaktur seiring dengan menurunnya laju penambahan kasus harian Covid-19. Contohnya, industri berorientasi ekspor dan domestik mulai dapat beroperasi hingga 100 persen.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis PMI manufaktur Indonesia akan kembali ke level ekspansi di atas 50 pada bulan ini.

“Sektor manufaktur di Indonesia sangat berkorelasi dengan aktivitas masyarakat. Dengan adanya pembukaan sejumlah aktivitas masyarakat, operasional industri pun mulai berdenyut, pemulihan ekonomi pun terus menuju arah yang positif,” tuturnya. ***

By Tim Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Menarik Lainnya